Menanggapi Surat Edaran IAIN Surakarta nomor 1 tahun 2020 tentang kewaspadaan dini, kesiapsiagaan, serta antisipasi pencegahan infeksi Covid-19 di lingkungan IAIN Surakarta, yang menghasilkan kebijakan pemberhentian seluruh aktivitas dilingkungan kampus, membuat pihak kampus mengambil jalan memanfaatkan sistem jaringan untuk tetap melangsungkan proses perkuliahan. Menanggapi hal yang cukup kontroversial di kalangan sivitas akademika tersebut, maka pada Kamis (19/03) di ruang Dekan FAB, Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta menyelenggarakan diskusi online dengan mengangkat tema “Efektivitas Kuliah Online di IAIN Surakarta”.

WhatsApp Image 2020 03 31 at 12.04.54 PM

Dalam diskusi yang disiarkan live lewat platform media sosial milik DEMA FAB ini hadir 3 narasumber untuk membedah baik keuntungan, kelebihan, peluang, kekuarangan, ancaman, kondisi mahasiswa serta kesiapan IAIN Surakarta dalam menyelenggarakan model perkuliahan dalam jaringan (daring). Ketiga narasumber tersebut antara lain, Dekan Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta, Prof.Dr. Toto Suharto, S.Ag.,M.Pd, Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (PTIPD) IAIN Surakarta, Ahmad Hafidh S.Ag.,M.Ag, dan perwakilan mahasiswa FAB, Syahrul Mukarrom serta dipandu oleh Moderator dari perwakilan Menteri Advokasi dan Gerakan DEMA FAB, Ade Muis Ashari.

Disesi pembahasan tentang keefektivitasan kuliah online (dalam jaringan) di Fakultas Adab dan Bahasa, Prof. Dr. Toto Suharto menyampaikan bahwasanya kita perlu patuh dengan sitem sebagai bentuk ikhtiar untuk memenuhi hak pendidikan dan tetap menjaga mahasiswa untuk sehat pun terhindar dari ancaman virus Covid-19 serta bentuk menjawab tantangan zaman era Revolusi Industri 4.0 khususnya dibidang Penyelenggaraan Pendidikan. Maka, perlu adanya kesiapan baik dilini sumber daya manusia maupun fasilitas-fasilitas penunjang berlangsunnya perkuliahan dalam jaringan yang sebenarnya sudah diserukan oleh pemerintah sejak lama.

“Sistem ini memang baru dikalangan kita, maka tidak heran jika terjadi Shock Future dan Shock Culture dikalangan masyarakat khususnya Mahasiswa kita. Saya harap ada payung hukum dari kampus agar kedepannya sistem ini tidak hanya berlaku dalam kondisi-kondisi tertentu seperti saat ini saja, melainkan kelak bisa menjadi hal yang biasa di lingkungan kita sebab dunia online ini sangat akrab dengan mahasiswa. Terkait efektivitas, kita membebaskan dosen untuk menggunakan media apapun supaya mampu menunjang perkuliahan dan hajat pencegahan Corona” papar Toto Suharto.

Terkait tentang pengggunaan aplikasi oleh para Dosen FAB, menurut Ahmad Hafidh faktor penentu kesiapan penyelenggaran kuliah online terbagi menjadi tiga yaitu dari segi teknikal, infrastruktur dan antropoligi. Antropologi menjadi kesiapan yang paling sulit untuk diraih sebab membutuhkan kesiapan antara dosen dengan mahasisiwa untuk merubah keadaan budaya pembelajaran yang ada. Ditambah lagi anggaran yang ada belum mampu untuk menunjang badan PTIPD maksimal dalam pengadaan sarana pendidikan online.

“Dikeadaan darurat seperti ini kita sudah ngebut untuk menyediakan fasilitas aplikasi perkuliahan online, dan itu sudah siap, hanya perlu perbaikan sesuai kebutuhan pasar yang bisa dilakukan sambil jalan, namun tantangannya ada pada kondisi anthropologi dan kurangnya dana. Belum lagi ditambah Mahasiswa harus mengeluarkan modal lagi untuk perkukiahan online. Padahal kalau mahasiswa sudah bayar UKT sarana Pendidikan apapun itu harus dipenuhi oleh kampus” jelasnya.

Hal tersebut relevan dengan pernyataan Syahrul Mukarom tentang kondisi pelaksanaan kuliah online yang diberlakuakan, ia menyampaikan bahwa rasanya para dosen pun belum siap dalam menghadapi peralihan metode perkuliahan konvensional ke basis teknologi yang pastinya memerlukan pengetahuan dan pengalaman dalam pengoperasiannya. Dampaknay dosen serampangan dalam memberikan tugas.

“Tumpukan tugas melanda mahasiswa karena adanya kuliah online padahal harapan dan variasi dari perkuliahan online bukan hanya pemberian tugas namun juga pemaparan dan diskusi untuk mendapat pemahaman terhadap materi yang disampaikan an lagi ada oknum dosen yang meminta jam perkuliahan diluar yang sudah dijadwalkan. Hal tersebut tentunya akan mengganggu aktivitas mahasiswa yang notabene dirumah juga memiliki tugas membantu orang tua jika waktu perkuliahan tidak sesuai jadwal” tutur Syahrul.

Menanggapi hal itu, Dekan fakultas berpesan agar sesuai dengan pembelajaran islam dosen perlu menggunakan konsep Tawajuh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Kepala PTIPD pun menyayangkan sikap dosen yang melakukan perkuliahan diluar jadwal terlebih tidak ad konfirmasi jauh-jauh waktu sbelum kelas dimulai.

Diskusi yang berlangsung kurang lebih selama 1 jam tersebut kemudian diakhiri dengan closing statement yang tegas dari kepala PTIPD tentang hal yang perlu diperhatikan dlam perkuliahan online.

“Kuliah online dilakukan sebagai upaya Social Distancing. Jangan ada dosen yang memberikan tugas kepada mahasiswa berupa riset. Ini adalah sebuah kesalahan. Tujuan awal Social Distancing tidak akan tercapai jika akhirnya mahasiswa disuruh riset lapangan” pangkasnya. (Arindya Iriana/NW/MSI)