Membangun Kampus Ramah Gender: Kolaborasi Menuju Lingkungan yang Aman dan Inklusif

KabarFAB – Hari ini, 4 November 2024, berlangsung acara Sekolah Advokasi Gender bertajuk “Standing Together: Create Friendly Area for Gender” di Aula Yosodipuro, Gedung Fakultas Adab dan Bahasa, UIN Raden Mas Said Surakarta lantai 4 . Acara yang merupakan inisiatif dari Departemen Pemberdayaan Perempuan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Adab dan Bahasa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta ini menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Nita Rifdah Salsa Nisrina, S.Pd., mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan DEMA UIN Raden Mas Said, dan Taufiq Hidayatuloh, S.H., M.H., seorang advokat dari TH & Partners. Acara ini dimoderatori oleh Nabila Raraswati, anggota Kementerian Pemberdayaan Perempuan DEMA FAB.

Ketua Panitia, Tiffany Iftina Al Huwaida, menyampaikan rasa syukur dan harapannya bahwa acara ini menjadi kontribusi nyata dalam membangun lingkungan kampus yang aman dari pelecehan seksual. Ia juga menekankan bahwa tema acara kali ini merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan DEMA dalam mengadakan seri advokasi yang dimulai sejak tahun 2022.

Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Adab dan Bahasa, M. Sofyan Arya Pradana, menambahkan bahwa acara ini merupakan bagian akhir dari rangkaian kegiatan DEMA tahun 2024. Ia mengungkapkan pentingnya acara ini sebagai respons atas beberapa laporan tentang adanya bentuk pelecehan di lingkungan kampus. Menurutnya, acara ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk menyampaikan solusi bagi mahasiswa ketika menemukan dan menangani isu-isu pelecehan seksual yang terjadi di sekitar mereka.

Dr. Aly Mashar, S.Pd.I., M.Hum., Wakil Dekan Bidang III Fakultas Adab dan Bahasa, dalam sambutannya menyampaikan bahwa diskusi ini merupakan langkah penting untuk mempelajari dan memahami berbagai teori gender yang berkembang. Menurutnya, sebagai akademisi dan mahasiswa di lingkungan Islam, perlu disadari bahwa teori-teori gender dominan yang ada saat ini umumnya lahir dari konteks Barat. Di Barat, pemahaman gender seringkali berakar pada politik identitas dan perjuangan ideologis tertentu, yang mungkin tidak sepenuhnya relevan atau sesuai jika diterapkan langsung di Indonesia, terutama dalam konteks kampus yang berbasis nilai Islam seperti UIN Raden Mas Said Surakarta. Oleh karena itu, pemahaman terhadap teori gender harus melalui proses kontekstualisasi dan adaptasi, bukan sekadar diterima secara mentah tanpa kritik.

Dr. Aly menambahkan bahwa penting juga untuk mengenal pandangan Islam tentang gender, yang memberikan dasar kuat dalam mewujudkan kesetaraan, namun dalam bingkai etika dan moralitas yang diatur oleh syariat. Islam telah menekankan keseimbangan hak dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan, bukan dalam arti kesamaan mutlak, melainkan kesetaraan dalam nilai dan potensi. Misalnya, Islam menjamin hak perempuan atas pendidikan, hak berkarier, dan hak untuk berkontribusi dalam kehidupan sosial dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mendorong pemberdayaan perempuan, tetapi tetap dalam kerangka yang mempertimbangkan keseimbangan antara peran keluarga dan sosial.

Namun, Dr. Aly juga mengakui adanya tantangan dalam menerjemahkan prinsip-prinsip ini ke dalam konteks modern yang semakin kompleks. Karena itu, beliau mengajak para peserta untuk membuka ruang diskusi guna mempelajari dan mendalami kritik terhadap teori gender dari berbagai perspektif, termasuk pandangan ulama dan cendekiawan Muslim yang memahami konsep kesetaraan gender dalam Islam dengan landasan teologis yang khas. Mereka menawarkan pendekatan yang seimbang antara tuntutan kesetaraan dan nilai-nilai moral yang menjadi fondasi peradaban Islam.

Dr. Aly menegaskan pentingnya bagi mahasiswa untuk tidak mudah terbawa arus pemikiran gender dari luar, melainkan menyaring dan mengkritisinya secara selektif. Dengan demikian, diharapkan dapat terbentuk perspektif gender yang relevan dengan budaya kita dan mampu mendukung kerja sama antara perempuan dan laki-laki dalam membangun masyarakat yang lebih adil, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip yang telah menjadi bagian dari tradisi keilmuan Islam.

Acara ini diharapkan mampu mendorong kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender di lingkungan kampus dan menginspirasi mahasiswa untuk bersama-sama menciptakan ruang aman yang bebas dari segala bentuk pelecehan seksual.

Humas FAB
Humas FAB