Urip Mung Mampir Finger

Oleh: Irwan Rohardiyanto, M.Hum*

 

Terimalaah coretan inii, dari oorang biasa…

Tinggal di Jawa itu mudah namun tak semudah menjadi orang Jawa. Kata Jawa pun semakin naik daun ketika ada individu yang tidak paham sesuatu disebut Ora Njowo (tidak Jawa). Bahkan untuk kondisi tertentu, individu sudah mencapai level kesadaran hampir 100 % itu disebut Lagi Njowo (baru sadar) (Rohardiyanto, 2018). Banyak masyarakat Jawa yang memandang bahwa hidup itu hanya sebentar seperti hanya untuk minum air saja (Urip mung mampir ngombe). Pandangan itu dibumbui agar lezat menjadi urip mung mampir finger. Diperlukan aktivitas merenung yang giat untuk bisa memahami dan menjalani pandangan dan norma-norma yang berlaku di era desrupsi dan pada umumnya di area 62+ ini.

Dahulu kala, ada pepatah ‘mulutmu harimaumu’ sekarang bertransformasi menjadi ‘jarimu harimaumu’. Fenomena kebahasaan yang saat ini sedang diperbincangkan yaitu tentang finger, salah satu bagian tubuh manusia sebagai media encoding terhadap mitra tutur. Bahasa tubuh atau gesture ini menjadi bagian tak terlepaskan dari komunitas tutur yang semakin dinamis. Fingers atau jari jemari memiliki code, tanda dan makna khusus tergantung pada pemakaiannya. Penggunaam jari untuk berinteraksi merupakan salah satu bagian dari bahasa tanda. Crystal (1992: 399) membagi kajian sistem tanda (Semiotik) menjadi lima hal, yaitu: vokal audio, visual, tactile, olfactory, dan gustatory. Tanda dengan jari merupakan bagian dari visual yang memiliki tujuan yang bermacam-macam. Perlu diketahui bahwa visual meliputi sistem tanda, tulisan dan gerakan yang dipakai mitra tutur untuk proses decoding.

Finger agamis

Meskipun dalam KBBI tidak ada kata agamis, namun tetap digunakan daripada kata agamais atau agamawi. Dalam hidup ini, hakikat finger adalah sebagai tanda religiusitas individu kaitannya dengan habluminallah. Inilah tujuan utama manusia hidup, yaitu senantiasa beribadah kepada Allah SWT (Q.S. Az-Zariyat: 56). Finger yang dimaksud adalah ketika individu sedang menunaikan ibadah sholat saat takhiyat awal dan akhir, individu menunjukkan jari telunjuk kanannya. Inilah fungsi finger yang paling hakiki diantara fungsi-fungsi yang lain. Semakin tegak dan berdiri kokoh sholat individu, semakin maksimal dan sempurna hidupnya di planet ketiga ini. Apabila aktivitas finger ini sudah maksimal, InsyaAllah aktivitas yang lain seperti tri-dharma perguruan tinggi atau membuat LCKH (Laporan Capaian Kinerja Harian) akan semakin gangsar tuwin lancar nir hing sambikala.

Finger Sosial

Salah satu elemen bahasa yaitu untuk berinteraksi antara penutur dan mitra tutur. Fungsi finger ini kaitannya dengan habluminannas seperti penggunaan jari jemari untuk tujuan-tujuan sosial, antara lain untuk mempererat silaturahim dengan sapaan lambaian jari jemari saat bertemu antar individu atau komunitas tutur. Beberapa generasi milenial, saat berpisah dengan rekannya mengucapkan “dada bae…” (daag daag good bye!) sambil melambaikan jari jemarinya. Pertemuan jari kelingking kanan dan jari kelingking kiri diyakini sebagai simbol keintiman dalam pertemanan. Bahkan pada peristiwa tutur tertentu, menggunakan ibu jari sebagai tanda yang bertujuan mempersilakan mitra tutur untuk masuk ke dalam rumah, untuk menikmati hidangan/ kudapan yang telah tersaji, dan lain sebagainya. Interaksi antar penutur semakin erat dengan tanda ibu jari sebagai fungsi pujian seperti representasi dari kata hebat, *Ingkredibel (incredible), mantabek (mantap), mantul (mantap betul), dan lain sebagainya.

Finger Demonstratif

Finger demonstratif sebagai sarana untuk membahasakan tanda bahkan tanpa kata-kata. Penutur cukup menggunakan tanda satu jari saja untuk mengutarakan maksudnya, seperti jari telunjuk menyampaikan instruksi kepada mitra tutur, jari telunjuk untuk menunjukkan arah jalan serta keberadaan suatu benda, jari telunjuk ditegakkan sambil digoyang ke kanan dan  ke kiri sebagai simbol pelarangan. Bahkan selain untuk yang besifat positif, fungsi finger terkadang juga bersifat negatif seperti mengacungkan jari tengah untuk menyampaikan umpatan dan kebencian. Penting diketahui, fungsi finger juga untuk blaming (menyalahkan) mitra tutur. Ini yang disebut tuding/ menuding (dalam KBBI= menunjuk ke suatu arah dengan jari), tetapi memiliki makna konotasi yaitu merendahkan dan menyalahkan orang lain, seperti menyebut aktivitas mitra tutur ‘tidak tertata, amburadul’. Alangkah eloknya, sebelum menyalahkan mitra tutur, sebelum ada novum, penutur melakukan tabayyun/ klarifikasi terlebih dahulu agar mendapat berkah. Sehingga, apresiasi terhadap mitra tutur lebih diutamakan agar komunikasi dan silaturahim tetap terjaga.

Masih banyak yang dikomunikasikan melalui finger. Tentunya dalam dunia akademis, mengacungkan jari memiliki berbagai tujuan seperti menjawab pertanyaan guru, guru menunjuk siswa, menyatakan kehadiran dan lain sebagainya. Kehadiran seorang guru tentunya merupakan sesuatu yang diharapkan siswanya. Alhamdulillahirabbilalamin, saat ini kehadiran guru mendapat apresisasi dari negeri ber-flower (ragam bahasa anak layangan)  ini. Akhirnya, Wilujeng Mangayubagya realisasi PMA no. 29 tahun 2016 tertanggal 13 Juni 2016. Tak lupa, Pasukan Voorijder senantiasa mengontrol apresiasi tersebut yang abstrak hampir setengah windu silam. Semoga.

—Hujan Abu, Maret 2020—

*Penulis adalah Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris IAIN Surakarta

 

(Irwan/WM/MSI)