Lembaga Pendidikan di daerah terpencil seringkali dihiraukan oleh birokrasi pendidikan. Kondisi demikian disampaikan Novel Laskar Pelangi berikut ini:

”Sekolah Muhammadiyah tak pernah dikunjungi pejabat, penjual kaligrafi, pengawas sekolah ”(hal. 18).

Meskipun tidak ada birokrasi pendidikan yang mengunjungi sekolah, tetap saja ada yang mengujungi walupun tidak berkaitan dengan masalah pendidikan.  ’Kalaulah ada kunjungan bisa dipastikan orang dinas kesehatan untuk menyemprotkan DDT”. (hal.18).

Suasana keterbatasan ini tidak menjadikan guru tidak peduli pada siswa yang beragam, akan tetapi untuk memudahkan dalam mengelola siswa di kelas guru sekolah ini memperlakukan seperti berikut ini:

”Umumnya Bu Mus mengelompokkan tempat duduk kami berdasarkan kemiripan”. (hal. 13).

Guru dan kepala sekolah menyambut dengan senyum kepada semua siswa baik yang lama maupun baru meskipun sekolah hanya memiliki gedung seadanya. Tetapi dengan penerimaan yang baik menjadikan anak memiliki motivasi. Bentuk penerimaan pada siswa terlihat dalam cerita berikut:

Harun memiliki hobi mengunyah permen asam jawa dan sama sekali tidak bisa menangkap pelajaran membaca atau menulis, jika bu Mus menjelaskan pelajaran, ia duduk tenang dan terus menerus tersenyum. Pada setiap mata pelajaran, pelajaran apapun, ia akan mengacung sekali dan menanyakan pertanyaan yang sama, setiap hari, sepanjang tahun, “Ibunda Guru, kapan kita akan libur lebaran?” “Sebentar lagi Anakku, sebentar lagi…” jawab Bu Mus sabar, berulang-ulang, puluhan kali, sepanjang tahun, lalu harun bertepuk tangan. (hal.77)

Cerita tersebut menunjukkan bahwa penghargaan guru pada anak yang memiliki keterbatasan merupakan bentuk hidden curriculum bagi siswa. Artinya  bahwa setiap orang harus menghormati pada kondisi orang lain karena itu bukan pilihan yang bersangkutan atas kondisinya. Disebut hidden curriculum karena menurut Giroux ( Fulya Damla Kentli, 2009:2) identifies hidden curriculum as what is being taught and how one learns in the school as he also indicates that schools not only provides instruction but also more such as norms and principles experienced by students throughout their education life.

Kurikulum tersembunyi diidentifikasikan seperti apa yang diajarkan dan bagaimana orang belajar di sekolah serta sekolah tidak hanya menyediakan pengajaran tetapi juga menanamkan norma dan prinsip-prinsip yang dialami oleh siswa sepanjang hidup dalam pendidikan mereka.

Disamping kurikulum tersembunyi diperlukan motivasi dalam memasuki sebuah sekolah. Motivasi ini penting meskipun sekolah menerima murid dari orang tua yang memiliki keragaman motivasi dalam menyekolahkan anaknya. Berikut pernyataannya:

Adapun sekolah ini, SD Muhammadiyah, juga sekolah kampung yang paling miskin di Belitong. Ada tiga alasan mengapa para orang tua mendaftarkan anaknya disini. Pertama, karena sekolah Muhammadiyah tidak menetapkan iuran dalam bentuk apapun, para orang tua hanya menyumbang sukarela semampu mereka. Kedua, karena firasat, anak-anak mereka dianggap memiliki karakter   yang mudah disesatkan iblis sehingga sejak usia muda harus mendapat pendadaran Islam yang tangguh. Ketiga, karena anaknya memang tak diterima di sekolah manapun. (hal. 4).

Motivasi pertama menjadikan sekolah ini memiliki siswa yang beragam, baik kondisi fisik dan mental namun kondisi ekonominya sama yaitu keluarga miskin.  Karena orang tua yang beragam menjadikan sekolah tidak menetapkan iuran dalam bentuk apapun, para orang tua hanya menyumbang sukarela semampu mereka. Strategi pembiayaan ini penting bagi  keterbukaan akses pendidikan untuk orang miskin. Keterbatasan ini ditopang dengan motivasi nomer 2 menjadikan sekolah bisa mempertahakan eksistensinya.

Disamping guru yang peduli, kepala sekolah juga sangat perhatian pada siswanya.

”Pak Harfan tampak amat bahagia menghadapi murid, tipikal ”guru” yang sesungguhnya yaitu orang yang tidak hanya mentransfer sebuah pelajaran, tapi juga yang secara pribadi menjadi sahabat dan pembimbing spiritual bagi muridnya. Ketika mengajukan pertanyaan beliau berlari-lari kecil mendekati kami, menatap kami penuh arti dengan pandangan matanya yang teduh seolah kami adalah anak-anak Melayu yang paling berharga.” (hal. 24).

Sebagai seorang kepala sekolah sekaligus guru benar-benar menghayati sebagai orang tua, sehingga ketika mengajukan pertanyaan pada siswa dengan mendatangi siswanya. Perilaku ini merupakan pengejawantahan pesan non verbal jenis proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial (Jalaludin Rahmat, 1986). Pengaturan jarak yang dilakukan komunikator terhadap yang diajak bicara mengungkapkan keakraban atau sebaliknya.

Perilaku guru dan kepala sekolah yang care menjadikan tugas mereka tidak semata-mata mentransfer sebuah pelajaran, tapi juga yang secara pribadi menjadi sahabat dan pembimbing spiritual bagi muridnya. Keseimbangan peran guru dan kepala sekolah semacam ini bisa membentuk siswa yang seimbang antara perkembangan IQ, EQ dsan SQ. Keseimbangan itu nampak pada pernyataan berikut:

Pak Harfan memberi kami pelajaran pertama tentang keteguhan pendirian, tentang ketekunan, tentang keinginan kuat untuk mencapai cita-cita. Beliau meyakinkan kami bahwa hidup bisa demikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama. Lalu beliau menyampaiakan sebuah prinsip yang diam-diam menyelinap jauh kedalam dadaku serta memberi arah bagiku hingga dewasa yaitu bahwa hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya.(hal. 24)

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa guru dan kepala sekolah harus mengembangkan keseimbangan IQ, EQ, dan SQ yang meliputi:

  1. Mengembangkan keteguhan pendirian,
  2. Mengembangkan ketekunan,
  3. Mengembangkan keinginan kuat untuk mencapai cita-cita.

Tiga kekuatan ini meneguhkan anak agar tidak terus-menerus berkutat pada kondisi yang dimiliki siswa tetapi hidup bisa demikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama. Yang dipentingkan dalam mendidik anak adalah prinsip: hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya. Dengan demikian sebenarnya guru memberikan kekuatan softskill sebagai bekal untuk masa depannya. Soft skill menurut Bennett et al. (RC Mai, 2010) ‘soft skills’ as those skills which can support study in any discipline and also skills that have the potential to be transferred to a range of contexts, education and workplace.

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa skill yang dapat mendukung seseorang untuk berkembang di lembaga pendidikan dan tempat kerja. Disnilah terlihat kepemilikian seseorang atas soft skill menjadikan seseorang bisa semakin fleksibel dimanapun seseorang berada.

Dengan keseimbangan ini anak didik merasa bangga ketika belajar di sekolahnya. Berikut pernyataannya:

”Aku merasa amat beruntung berada disini, di tengah orang-orang luar biasa ini. Ada keindahan di sekolah Islam melarat ini. Keindahan yang tak ’kan kutukar dengan seribu kemewahan sekolah lain.’ (hal 25)

Kebanggan terhadap sekolah menjadikan anak didik bangga pada gurunya yang mendidiknya.

”Bagi kami Pak Harfan dan Bu Mus  adalah pahlawan tanda jasa yang sesungguhnya. Mereklah mentor, penjaga, sahabat, pengjar dan guru spiritual. Mereka  yang pertama menjelaskan secara gamblang implikasi amar  makrud nahi mungkar sebagai pegangan moral kami sepanjang hayat.” (hal. 32)

Kebanggaan ini muncul karena guru tidak semata-mata menyampaikan pengetahuan saja tetapi meneguhkan pada anak tentang potensi anak melalui perannya sebagai mentor, penjaga, sahabat, pengajar dan guru spiritual. Pernyataan ini senada dengan    halaman  24 yang menyebutkan bahwa guru dan kepala sekolah ideal mempunyai ciri secara pribadi menjadi sahabat dan pembimbing spiritual bagi muridnya.

Dengan demikian guru dan kepala sekolah ideal dan yang bermutu harus memerankan di hadapan peserta didik sebagai berikut:

  1. mentor,
  2. penjaga,
  3. sahabat,
  4. pengajar dan
  5. guru spiritual dan sekaligus
  6. sahabat.

Peran yang semacam itu bisa menumbuhkan kepercayaan diri pada anak tetapi problemnya pada lingkungan yang kurang mendukung. Seperti pernyataan berikut ini:

Persoalan klasiknya adalah kepercayaan diri. Inilah problem utama jika berasal dari lingkungan marginal dan mencoba bersaing. Kami telah dipersiapkan dengan baik oleh Bu Mus….. Bu  mus pontang-panting mengumpulkan contoh-contoh soal dan bekerja sangat keras melatih kami dari pagi sampai sore. Bu Mus melihat lomba ini sebagai media yang sempurna untuk menaikkan martabat sekolah Muhammadiyah  yang bertahun-tahun selalu diremehkan. Bu Mus bosan dihina. Sayangnya sekeras apapun beliau membuat kami pintar dan menguatkan mental kami, mendorong-dorong, membujuk dan mengajari kami agar tegar, kami tetap gugup (hal. 364)

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa mengembangkan peserta didik menuntut guru yang siap untuk maju bersama murid dengan cara  menguatkan mental, mendorong-dorong, membujuk dan mengajari kami agar tegar  sehingga tercapai derajat pintar pada siswa. Penguatan mental tersebut diperlukan kerjasama dengan semua stakeholder seperti yang terungkap pada halaman 366 – 372 bahwa dalam lomba cerdas cermat dihadiri oleh semua anggota keluarga murid SD Muhammadiyah di Belitong itu.

by : Muh. Munadi