Selasa, 25 Februari 2020 merupakan kesempatan yang berharga bagi Prodi Sejarah Peradaban Islam IAIN Surakarta. Seorang Indonesianis, Prof. Anton E. Lucas, yang sangat Intens meneliti terkait revolusi di Indonesia memberikan kuliah umum. Acara yang bertajuk, Seri Kuliah Sejarah #4 bertemakan “Seminar Metodologi Sosial: Bedah Buku, PERISTIWA TIGA DAERAH: REVOLUSI DALAM REVOLUSI”.

Dalam Sambutannya, Prof. Toto Suharto, M.Ag, Dekan Fakultas Adab dan Bahasa menyampaikan bahwa Kuliah Umum semacam ini sangat penting untuk melihat tema-tema sejarah yang bisa ditulis dan kita bisa melihat bagaimana metodologi sejarah dilakukan.

Anton Lucas, yang lebih suka dipanggil “Mas Anton” ini  merupakan Indonesianis yang dikenal karena penelitiannya mengenai revolusi sosial di wilayah pantai utara Jawa. Hasil penelitian setebal lima ratus halaman itu kemudian diajukan sebagai disertasi doktor di Australian National University dengan judul The Bamboo Spear Pierces the Payung: The Revolution Againts the Bureaucratic Elite in North Central Java in 1945. Setelah itu, Mas Anton mengabdikan diri di Flinders University Australia sampai mendapat gelar Profesor.

“Peristiwa Tiga Daerah” bermula dari pergolakan sosial yang terjadi pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia, di mana seluruh elite birokrat di wilayah tersebut diganti oleh kalangan revolusioner yang datang dari golongan Islam, sosialis dan nasionalis. Struktur pemerintahan yang semula dikuasai oleh golongan birokrat dari kalangan feodal, dipreteli satu per satu sehingga sepenuhnya menjadi pemerintahan baru yang senafas dengan semangat revolusi kemerdekaan. Revolusi Sosial, lanjut Mas Anton, bahwa di persimpangan jalan sebagai masa Kabur karena saat itu negara tidak hadir atau belum kuat kehadirannya. Sehingga perlukah struktur pengganti?

Mas anton, dalam paparannya mengatakan bahwa Revolusi sosial yang terjadi di negara Indonesia yang baru lahir waktu itu karena keinginan untuk membentuk struktur organisasi baru yang anti kolonial. Hal ini dilakukan oleh beberapa orang yang tergerak untuk melakukan hal tersebut.

Ditambahkan pula oleh Kuncoro Hadi bahwa adanya revolusi imbas dari ketidak sinkronan negara dan rakyat dalam mengisi kemerdekaan. Yang terjadi adalah revolusi berjalan sesuai kehendak rakyatnya” papar Dosen Ilmu Sejarah Univ Negeri Yogyakarta itu.

WhatsApp Image 2020 02 26 at 09.17.36

Latif Kusairi menambahkan bahwa adanya revolusi dalam negara mengindisikan masyarakat waktu itu masih belum tahu makna harfiah dari kemerdekaan, sehingga dalam mengisinya digunakan revolusi dalam menggantikan unsur lama yang dirasa nerlandosentris. Negara waktu itu seakan kabur dan mengambang dalam melihat kenyataan revolusi di berbagai daerah ini. Aksi radikal kemudian hadir oleh berbagai elemen masyarakat yang ingin menciptakan tatanan baru pemerintah. Radikal dan kekerasan seakan menjadi warisan yang terus menaungi dalam perjalanan sejarah negeri ini.

Sekitar 300 mahasiwa IAIN Surakarta dan Para Sejarawan Surakarta sangat antusias mengikuti acara ini. Kedepan acara seperti ini akan dilanjutkan untuk memberi warna bagi tulisan Sejarah di Indonesia. (Latif K./ KD/MSI)