Tingginya tingkat penyebaran virus covid-19 memberikan dampak di berbagai bidang kehidupan, khususnya pendidikan. Sejak ditetapkannya sebagai virus pandemi global oleh WHO, semua aktivitas publik dihentikan sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan BDR, yakni belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah. Saat ini, beberapa sekolah dan universitas telah menghentikan sementara aktivitas pendidikan yang berupa pembelajaran tatap muka. Seperti yang tertuang dalam surat edaran Rektor IAIN Surakarta Nomor 1 Tahun 2020 tentang kewaspadaan dini, kesiapsiagaan, serta antisipasi pencegahan infeksi covid-19 di lingkungan IAIN Surakarta bahwa semua kegiatan pembelajaran dan aktivitas akademik lainnya dialihkan dalam bentuk daring (dalam jaringan).
Adanya kebijakan tersebut, tidak menurunkan semangat Prodi Tadris Bahasa Indonesia, Fakultas Adab dan Bahasa untuk tetap produktif dalam berbagi ilmu. Jumat, 10 April 2020, Prodi TBI menyelenggarakan kajian daring dengan tema Manajemen Parenting Selama BDR (Bekerja dari Rumah). Kajian daring yang dilakukan melalui aplikasi Zoom ini dimulai pukul 10.00 WIB sampai selesai dengan pemateri Ferdi Arifin, M.A. selaku dosen Prodi TBI. Namun sebelum dimulai, seluruh dosen membaca surat al-Kahfi terlebih dahulu. Sebanyak 15 partisipan yang terdiri dari dosen TBI tampak antusias mengikuti jalannya kajian daring. Sebab topik yang diangkat merupakan perbincangan menarik di tengah semua aktivitas harus dilakukan dari rumah. Orang tua yang awalnya dapat membagi waktu antara sektor publik dan domestik, kini mereka harus mampu berperan ganda dalam satu waktu.
Dalam diskusi yang dipandu oleh oleh Dian Uswatun Hasanah, M.Pd. pemateri memaparkan bahwa sistem BDR atau bekerja dari rumah ini akan berpengaruh pada psikologis seseorang. Terutama bagi mereka yang terbiasa beraktivitas di luar rumah. Dengan kebiasaan yang berubah drastis ini tentu perlu penyesuaian yang tidak mudah. Bahkan, ada satu kasus yang dapat mengakibatkan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), kondisi di mana seseorang merasa cemas akan suatu kejadian yang membuatnya trauma.
Hal tersebut ditanggapi oleh beberapa dosen yang mengungkapkan bahwa saat ini mereka sulit mengontrol emosi dalam diri. Pekerjaan rumah, mengasuh anak, melakukan kuliah daring secara bersamaan membuat psikologis mereka tidak stabil. Akibatnya mereka mereka mudah mengurung diri, kehilangan nafsu makan, sulit tidur, mudah marah, sulit fokus, sedih berlebihan atau merasakan psikosomatis (yaitu sakit fisik yang timbul karena kondisi psikisnya terganggu).
Meski pada padasarnya, bekerja dari rumah bukanlah hari libur. Akan tetapi, inilah tantangan tersendiri bagi ibu pekerja. Mereka harus mampu membagi waktu dengan baik walaupun semuanya tidak dapat diselesaikan secara bersamaan. Terutama bagi mereka yang memiliki anak usia balita. Tentu hal tersebut akan menyita banyak perhatian. Kondisi demikian, membuat mereka rindu dengan suasana kantor. Diskusi, rapat, makan siang bersama yang sebenarnya menjadi hiburan bagi ibu pekerja, kini justru bertolak belakang dari apa yang diharapkan.
Ferdi Arifin, M.A. selaku pemateri memberikan beberapa solusi untuk mengatasi kondisi tersebut. Bagi mereka yang sudah berumah tangga, membagi tugas rumah dengan pasangan akan meringankan beban yang dimiliki. Masing-masing harus memiliki pengertian satu sama lain, jadi tidak merasa menang sendiri. Di era modern ini, setiap pasangan harus paham mengenai kesetaraan gender. Perempuan bukanlah konco wingking (teman belakang) yang harus menyelesaikan tugas memasak, mencuci, beberes rumah sendirian, khususnya bagi mereka yang juga bekerja di sektor publik. Jadi harus ada sistem gotong royong dalam rumah tangga. Selain itu, jangan menjadikan semua pekerjaan baik itu tugas kantor, mengurus anak, dan sebagainya sebagai beban yang menakutkan. Buatlah suasana nyaman dan senang dalam menyelesaikan setiap pekerjaan, sebab menjaga kesehatan psikis lebih penting dari segalanya.
Di akhir perbincangan, semua dosen TBI berharap wabah covid-19 ini segera berakhir dari muka bumi. Semua serba daring ternyata membosankan, tidak ada interaksi secara sosial. Pungkas mereka.

(Tiya Agustina/WM/MSI)