Wes, Angel Angel…

Ir. Rohardiyanto

Alhamdulillahirabbilalamin, di zaman angel ini masih banyak mahasiswa yang bisa menyelesaikan tugas akhirnya meskipun dengan perjuangan yang keras demi asa mengenakan toga. Prosesi wisuda officially insyaAllah UIN ini merupakan prosesi keberhasilan individu dalam memastikan acc dosbim (*dosen pembimbing) meskipun ada yang bersua ataupun tak bersua selama berkonsultasi. Bersyukurlah wahai wisudawan & wisudawati yang lolos “seleksi alam” di zaman angel ini dan tentunya wisuda ini bukan titik akhir namun merupakan titik awal dalam mengarungi zaman yang serba ‘angel’ seperti ini.  Sesuai dengan firman Allah SWT dalam dua ayat pamungkas Qur’an Surat Al-Insyirah: Fa-idza faraghta fanshab, wa ila Rabbika farghab yang kurang lebih artinya usai kita menyelesaikan satu tugas, maka tugas lain menanti kita. Zaman angel disini adalah zaman yang serba susah, mau jajan susah, mau kuliah susah, mau membeli kuota susah, mau wakuncar pun susah. Apresiasi yang luar biasa bagi para wisudawan yang menutup salah satu drama perjuangan dalam hidupnya dengan indah.

 

Cak Basman (seniman ludruk Kartolo Cs dari Jawa Timur) yang diambil ujarannya sebagai jargon yang sangat sesuai dengan kondisi saat ini. Tuturan ekspresif terkadang deklaratif ini banyak dimanfaatkan generasi tiktokers milenial untuk audio-visual yang terkesan mustahil untuk tereralisasi namun akhirnya ada yang berhasil atau gagal dengan bumbu-bumbu humor yang sangat menghibur. Semua aspek kehidupan menjadi terkesan susah dan labil. Apapun yang terkesan sulit, rumit dan mustahil akan diberi dubbing wes, angel angel (sudah, susah… susah). Hal tersebut terrefleksi dalam kegiatan akademis wisudawan yang melewati berbagai rintangan sedang dan berat dalam menyelesaikan tugas akhirnya seperti dari proses penentuan populasi, cara pengumpulan data, kena prank oleh dosbim, basah kuyup kehujanan demi mengejar konsultasi, dan lain sebagainya. Semakin banyak tempaan yang dialami, semakin berkualitas individu dalam hidupnya. Sebegitu susahnya, untuk mencari etimologi kata wisuda pun sampai saat ini masih banyak interpretasi yang beragam dan kebanyakan bersifat kurang begitu ilmiah. Hal ini seperti mencari asal muasal kata spion suatu kendaraan roda empat atau lebih. Konon, suatu hari seorang penutur bepergian dengan mitra tutur yang bernama Suyono. Ternyata pada kendaraan tersebut belum terpasang cermin kecil untuk melihat kendaraan di belakangnya. Akhirnya penutur sebagai pengemudi tadi bertanya kepada mitra tutur dengan ujaran ‘Sepi Yon?’ (apakah jalannya sepi Yon?) setiap akan belok arah. Akhirnya karena sering mengujarkan ‘sepi yon’ tadi, muncullah kata ‘spion’ yang mengacu pada cermin kecil di kendaraan roda empat. Pun rucita wisuda juga angel untuk dicari asal muasalnya. Ada referensi yang menyebutkan bahwa terjadi proses morfologis yaitu compounding untuk kata wisuda yang berupa eksternal compounding. Hal ini bisa dilihat dari kata wisuda merupakan kombinasi wis dan uda. Wis itu adverbial penyerta verba Bahasa Jawa yang artinya sudah, sedangkan uda merupakan merupakan panggilan honorific untuk kakak lelaki di Padang, Sumatera. Konon, suatu waktu penutur dari Jawa menanyakan kepada mitra tutur yang merupakan calon pendamping hidupnya terkait studinya, wis Uda? Yang maksudnya apakah studimu sudah usai Kak? akhirnya muncul kata wisuda. Wisuda juga mengalami proses compounding antara kata Wis dan Udah, wis artinya uwis “sudah” dan udah berarti sudah. Itu merupakan simbol titik akhir perjuangan mahasiswa menjadi sarjana. Ada juga referensi menyebutkan, Jembernese meyakini kata wisuda berasal dari area di Jawa Timur ini. Konon, ada tokoh bernama Sudra. Sudra bisa menyelesaikan studinya dengan sangat meyakinkan sehingga dia menjadi simbol keberhasilan masyarakat di sana akhirnya masyarakat mengharapkan putra putrinya seperti tokoh bernama Sudra. Setiap ditanya seseorang Wis Koyo Sudra (sudah seperti Sudra) akhirnya lambat laun menjadi Wis Sudra dan mengalami gejala fonologis, yaitu phoneme omission menjadi Wis Suda (Wisuda). Namun demikian, ternyata dalam Bahasa Sansekerta terdapat kata Visudha yang berarti murni. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa Vishuddha (pure) baik Visudha (murni) raganya maupun Visudha (murni) hatinya. Seyogyanya, wisudawan bisa menerapkan filosofi wisuda ini meskipun angel yaitu benar-benar menjadi pribadi yang berakhlakul karimah baik lahiriah maupun batiniah. No method Era juga tercermin di zaman angel ini. Richards yang dikutip oleh Profesor Sujito (saat pengukuhan berdekatan dengan harlahnya) menguraikan bahwa tiba suatu situasi akademis dengan istilah no method era (masa tanpa metode). Negeri 62+ ini mengalami no method era yang mana saat ini semua tidak hanya baru tetapi kebiasaan adaptasi kenormalan baru atau berupaya berdamai dengan pandemi meskipun dalam kedaruratan. Tentunya hal ini menambah level ke-angel­-an para wisudawan untuk mengarungi perjuangan ke depan yang jauh lebih banyak dan menantang. Sikap agamis, jujur, dhass-dhess, inovatif, dan kreatif sangat diperlukan untuk menjadi bekal hidup para wisudawan supaya zaman kalabendu dan kalatida segera bertransformasi menuju kalasuba. Semoga.